Keteguhan pasukan UNIFIL Indonesia di pusaran konflik Israel-Hizbullah
Jakarta – Sebanyak empat personel pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) terluka setelah sejumlah serangan menghantam salah satu negara di Timur Tengah yang saat ini terus digempur Israel. Serangan ini menjadi peringatan serius atas eskalasi konflik yang semakin melibatkan berbagai pihak, termasuk pasukan penjaga perdamaian yang berada di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Serangan yang terjadi baru-baru ini mengakibatkan empat anggota pasukan Helm Biru dari Ghana terluka, dengan tiga orang di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Kejadian ini menambah daftar panjang serangan yang menargetkan pasukan UNIFIL sejak meningkatnya ketegangan di wilayah perbatasan Lebanon-Israel.
Selama beberapa bulan terakhir, beberapa anggota pasukan UNIFIL telah terluka akibat serangan Israel dalam konflik berkepanjangan antara kelompok Hizbullah, Lebanon, dan Zionis Israel. Kekerasan yang terus berlanjut di perbatasan ini mencerminkan situasi geopolitik yang semakin kompleks, di mana kekuatan besar dan kelompok bersenjata lokal terus terlibat dalam eskalasi militer.
Personel Kontingen Garuda UNIFIL pun tak luput dari sasaran serangan Israel. Dua prajurit TNI yang turut dalam tugas UNIFIL terluka akibat tembakan tank Merkava Israel ke arah menara pengamatan di Markas UNIFIL di Naqoura, Lebanon selatan. Insiden ini menunjukkan betapa rentannya posisi pasukan penjaga perdamaian yang berada di garis depan konflik.
Garis Biru dan Ketegangan di Lebanon Selatan
Menurut laporan pasukan penjaga perdamaian, pasukan Israel menembaki pos-pos terdepan, termasuk dua pangkalan Italia dan markas utama UNIFIL, serta melanggar Garis Biru.
Garis Biru (Blue Line) adalah garis demarkasi yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 sebagai batas sementara antara Lebanon dan Israel. Garis tersebut ditentukan setelah pasukan Israel menarik diri dari Lebanon Selatan, mengakhiri pendudukan yang berlangsung sejak tahun 1982. Namun, hingga kini, garis tersebut masih menjadi titik panas ketegangan, dengan berbagai pelanggaran yang terus terjadi.
Terkait dengan sejumlah serangan terhadap pasukan UNIFIL dan pelanggaran Garis Biru oleh Israel, PBB menyatakan prihatin atas insiden berulang yang melibatkan kontingen Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL). Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengecam keras serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian dan menyerukan agar semua pihak mematuhi kewajiban internasional untuk melindungi keselamatan mereka.
Peran dan Keteguhan Pasukan UNIFIL Indonesia
Di tengah gejolak ketegangan yang mendera Timur Tengah, pasukan perdamaian dari berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, menjadi pelita yang tetap menyala dalam gelapnya konflik.
Sebagai bagian dari misi UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon), pasukan Indonesia memainkan peran yang tak hanya penting, tetapi juga penuh makna di tengah pusaran konflik antara Israel dan Hizbullah, yang hingga kini tak kunjung reda.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa Indonesia tak akan menarik mundur
personel TNI yang tergabung dalam pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), dan mereka akan tetap
menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Menurut Juru Bicara Kemlu RI Rolliansyah Soemirat, Indonesia terus berkomitmen mendukung Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB yang dilaksanakan di Lebanon selatan sesuai amanat konstitusi.
Indonesia masih merupakan kontributor pasukan terbesar di UNIFIL dengan mengirimkan hingga 1.230 personel tentara.
Keberadaan pasukan Indonesia di Lebanon tidak hanya sebagai penjaga stabilitas, tetapi juga
membawa semangat diplomasi dalam meredakan ketegangan yang terus meningkat.
BACA JUGA:Serangan Israel Terus Berlanjut di Gaza Jelang Gencatan Senjata Minggu
Apresiasi Dunia terhadap Peran Indonesia
Beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengapresiasi peran pasukan perdamaian Indonesia di UNIFIL Lebanon.
Presiden Biden menyampaikan apresiasinya atas peran Indonesia dalam misi penjaga perdamaian
Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL).
Biden juga menyerukan perlindungan bagi personel UNIFIL dari aktivitas militer yang dapat membahayakan mereka. Komitmen internasional dalam menjaga stabilitas di Lebanon menjadi sangat penting untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Misi Damai Pasukan Indonesia
Pasukan UNIFIL Indonesia menghadapi tantangan besar, tak hanya dalam segi militer, tetapi juga dalam
aspek diplomasi dan kemanusiaan.
Sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian, mereka tidak hanya menjaga perbatasan
tetapi juga aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil yang terdampak konflik.
Dalam banyak kesempatan, pasukan Indonesia turun langsung berinteraksi dengan
masyarakat lokal, mendengarkan cerita mereka, dan membangun jembatan kepercayaan yang sering kali tampak rapuh di antara warga Lebanon yang terpecah-pecah.
Mereka hadir dengan pendekatan yang ramah dan penuh kasih, mendukung
pembangunan dan membantu meredakan ketegangan melalui kegiatan kemanusiaan, seperti distribusi
bantuan, pembangunan infrastruktur, serta program edukasi bagi anak-anak yang terkena dampak perang.
Keteguhan pasukan UNIFIL Indonesia di pusaran konflik Israel-Hizbullah adalah bukti bahwa dalam
dunia yang penuh dengan kekerasan dan kebencian, masih ada ruang untuk cahaya perdamaian. Pasukan penjaga perdamaian Indonesia tidak hanya bertugas menjaga stabilitas, tetapi juga membawa semangat kemanusiaan di tengah gejolak konflik.
Indonesia, dengan segala keberagaman dan kekayaan budayanya, menunjukkan kepada dunia bahwa solusi
untuk konflik internasional tidak selalu terletak pada kekuatan militer semata, tetapi pada tekad untuk memahami, menghormati, dan merangkul sesama manusia.
Dalam proses itu, Indonesia tidak hanya menjaga perdamaian di Lebanon Selatan, tetapi juga meneguhkan komitmennya terhadap dunia yang lebih damai. Keteguhan pasukan UNIFIL Indonesia adalah cerminan semangat bangsa yang menginginkan dunia yang lebih baik. Di tengah ancaman dan bahaya, mereka terus menjalankan tugas dengan penuh dedikasi.
Harapan pun tetap menyala, bahwa suatu saat, konflik yang mendera kawasan Timur Tengah itu dapat
berakhir, membawa kedamaian yang telah lama dinantikan oleh semua pihak.
Dengan semangat tersebut, Indonesia membuktikan bahwa perdamaian
bukan hanya tanggung jawab satu negara, tetapi merupakan upaya kolektif yang membutuhkan keberanian, ketulusan, dan komitmen tanpa henti.
Pasukan UNIFIL Indonesia tidak hanya menjadi penjaga perdamaian, tetapi juga simbol harapan bahwa dunia yang lebih damai dapat terwujud.