Mengaku Bukan Pengguna TikTok, Elon Musk Tidak Berencana Mengakuisisi
WASHINGTON – Elon Musk, penasihat utama Presiden AS Donald Trump, mengungkapkan bahwa dirinya tidak tertarik untuk mengakuisisi operasi platform media sosial TikTok di Amerika Serikat. Pernyataan ini disampaikan Musk dalam sebuah video yang dirilis pada akhir pekan lalu, setelah forum di Jerman pada akhir Januari.
“Saya belum mengajukan tawaran untuk TikTok dan saya tidak memiliki rencana apa pun untuk apa yang akan saya lakukan jika saya memiliki TikTok,” kata Musk, seperti yang dikutip dari kantor berita AFP pada Minggu (9/2/2025).
Mengaku Bukan Pengguna TikTok, Elon Musk Tidak Berencana Mengakuisisi
Saat ini, TikTok tengah menghadapi tantangan hukum di AS. Pemerintah memerintahkan pemisahan TikTok dari perusahaan induknya di China, ByteDance, atau berisiko menghadapi larangan beroperasi di negara tersebut. Keputusan ini didasarkan pada kekhawatiran terkait keamanan nasional dan pengumpulan data pengguna oleh pemerintah China.
Dalam langkah awalnya setelah menjabat kembali, Presiden Trump menginstruksikan penghentian sementara penegakan hukum yang dapat menyebabkan TikTok menjadi ilegal di AS. Namun, di sisi lain, Trump juga mengisyaratkan keterbukaan terhadap kemungkinan Musk membeli TikTok.
Meskipun demikian, Musk dengan tegas menolak kemungkinan akuisisi ini.
Saya pribadi tidak menggunakan TikTok, jadi, Anda tahu, saya tidak begitu mengenalnya. Saya tidak bersemangat untuk mengakuisisi TikTok,” ujar Musk.
Musk dan Akuisisi Platform Media Sosial
Sebelumnya, pada tahun 2022, Musk membeli Twitter, yang kini dikenal sebagai X, dengan harga 44 miliar dollar AS (Rp 708 triliun). Akuisisi tersebut ia lakukan dengan alasan untuk melindungi kebebasan berbicara di dunia digital. Namun, sejak pengambilalihannya, Twitter (X) mengalami lonjakan ujaran kebencian dan disinformasi, menurut berbagai kelompok pegiat hak asasi manusia.
Akuisisi ini membuat banyak pihak bertanya-tanya apakah Musk tertarik untuk membeli platform media sosial lainnya, termasuk TikTok. Namun, pernyataan terbaru Musk menutup spekulasi tersebut.
Musk dan Hubungannya dengan Pemerintahan Trump
Sebagai salah satu pendukung utama kampanye Presiden Trump, Musk juga memiliki peran penting dalam inisiatif pemotongan anggaran pemerintah AS. Dalam komentarnya di forum di Jerman, ia juga menyampaikan kritik terhadap kebijakan Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI), yang bertujuan mendukung komunitas yang secara historis tertindas.
“DEI hanyalah rasisme yang diberi nama baru. Saya menentang rasisme dan seksisme, tidak peduli kepada siapa hal itu ditujukan,” tegas Musk.
Komentar Musk ini memicu perdebatan luas, terutama terkait kebijakan DEI yang telah diterapkan di berbagai institusi AS. Pejabat AS kini tengah berlomba-lomba untuk menerapkan kebijakan Trump terhadap DEI, termasuk pembongkaran inisiatif pelatihan, pembatalan hibah, serta pengurangan jumlah pegawai di sektor federal.
Masa Depan TikTok di Amerika Serikat
Meskipun Musk menegaskan bahwa dirinya tidak tertarik untuk membeli TikTok, nasib aplikasi ini di AS masih menjadi tanda tanya besar. Jika ByteDance gagal memisahkan diri dari TikTok aplikasi ini bisa menghadapi pemblokiran total di Amerika Serikat.
Hal ini akan memberikan dampak besar bagi jutaan pengguna dan konten kreator di platform tersebut.
Pemerintah AS terus memantau perkembangan terkait kepemilikan TikTok, dengan tujuan utama memastikan keamanan data pengguna serta mengurangi potensi pengaruh asing terhadap warga AS melalui media sosial.
Dampak Larangan TikTok bagi Ekonomi Digital
Jika TikTok dilarang di AS, maka ribuan pekerja di industri kreatif dan digital bisa terkena dampak. Para influencer yang menggantungkan pendapatannya dari TikTok kemungkinan harus mencari platform lain untuk tetap bertahan. Hal ini juga bisa berdampak pada berbagai bisnis yang telah menggunakan TikTok sebagai alat pemasaran utama.
Selain itu, perusahaan teknologi AS seperti Meta (Facebook dan Instagram), YouTube, dan Snapchat bisa mendapatkan keuntungan dari larangan ini, karena mereka akan menarik lebih banyak pengguna dan pengiklan yang sebelumnya mengandalkan TikTok.
Potensi Perubahan Regulasi Media Sosial di AS
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah AS semakin ketat dalam mengawasi platform media sosial terkait perlindungan data, penyebaran informasi palsu, serta pengaruh asing. Jika TikTok dilarang, ini bisa menjadi preseden bagi pengawasan lebih ketat terhadap platform lain seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.
Kebijakan ini juga bisa memicu perusahaan teknologi asal China lainnya menghadapi pembatasan di AS, seperti WeChat dan Alibaba, yang sebelumnya juga mengalami kendala dalam beroperasi di negara tersebut.
Musk dan Dominasi Media Sosial di AS
Jika TikTok benar-benar dilarang, kemungkinan besar X (sebelumnya Twitter) dan YouTube akan mendapatkan keuntungan dari perpindahan pengguna dan pengiklan. Hal ini juga bisa meningkatkan posisi Musk sebagai salah satu pemilik media sosial paling berpengaruh di dunia.
Meskipun Musk menolak membeli TikTok, X tetap akan menjadi pesaing kuat di industri media sosial, terutama dalam hal kebebasan berbicara dan monetisasi konten bagi kreator digital.
Elon Musk telah dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki niat untuk membeli TikTok
meskipun Presiden Trump terbuka terhadap kemungkinan tersebut. Sementara itu, TikTok masih menghadapi ketidakpastian hukum di AS, dengan ancaman larangan operasi jika tidak memisahkan diri dari ByteDance.
Dalam konteks yang lebih luas, komentar dan tindakan Musk juga menegaskan pengaruhnya dalam kebijakan digital dan politik AS.
Dengan perannya yang semakin besar di sektor teknologi
dan pemerintahan, langkah-langkah yang diambil Musk di masa depan masih akan terus menjadi perhatian dunia.
Sementara itu, para pengguna TikTok di AS terus berharap ada solusi yang memungkinkan mereka
tetap bisa menggunakan platform ini, baik dengan perubahan kepemilikan atau regulasi yang lebih jelas dari pemerintah AS.