Sedikitnya 35 Warga Sipil Tewas Dibunuh Milisi di RD Kongo

Sedikitnya 35 Warga Sipil Tewas Dibunuh Milisi di RD Kongo

Republik Demokratik Kongo (RD Kongo) kembali diguncang oleh tragedi kemanusiaan. Lebih dari 35 warga sipil dilaporkan tewas dalam serangan brutal yang dilakukan oleh milisi bersenjata CODECO di provinsi Ituri, wilayah timur RD Kongo, pada Senin (10/2/2025) malam. Serangan ini tidak hanya menyebabkan korban jiwa, tetapi juga menghancurkan rumah-rumah penduduk dan menimbulkan ketakutan di komunitas setempat.

Sedikitnya 35 Warga Sipil Tewas Dibunuh Milisi di RD Kongo
Sedikitnya 35 Warga Sipil Tewas Dibunuh Milisi di RD Kongo

Serangan oleh kelompok bersenjata ini menambah panjang daftar kekerasan yang terus terjadi di Kongo bagian timur, yang telah lama menjadi wilayah konflik antara berbagai milisi yang bertempur demi kepentingan tanah dan sumber daya alam yang kaya.

Sedikitnya 35 Warga Sipil Tewas Dibunuh Milisi di RD Kongo

Kronologi Kejadian: Pembantaian di Djugu

Menurut laporan yang disampaikan oleh kepala kelompok desa Djaiba di wilayah Djugu, Jean Vianney, serangan itu terjadi pada sekitar pukul 8 malam waktu setempat. Milisi CODECO dengan kejam mengeksekusi penduduk desa, membakar rumah-rumah mereka, dan menciptakan kepanikan yang luar biasa.

“Kami menghitung lebih dari 35 orang tewas pagi ini dan pencarian masih berlangsung. Ada banyak korban yang terluka, dan banyak lainnya yang tewas terbakar di rumah mereka,” kata Vianney dalam keterangannya kepada media.

Sementara itu, pemimpin masyarakat sipil setempat, Jules Tsuba, melaporkan bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar. Sejauh ini, sekitar 49 jenazah telah ditemukan, dan pencarian masih terus dilakukan.

BACA JUGA :Ini Pernyataan Lengkap Hamas tentang Klaim Kemenangan Israel Adalah Ilusi yang Hancur

“Diperkirakan jumlah korban akan bertambah karena masih banyak warga yang hilang,” tambahnya.

Siapa Milisi CODECO?

CODECO, atau Cooperative for the Development of the Congo, adalah salah satu kelompok bersenjata yang aktif di RD Kongo.

Kelompok ini berawal sebagai organisasi koperasi pertanian, tetapi kemudian berkembang menjadi kelompok bersenjata yang bertempur untuk menguasai tanah dan sumber daya alam yang berlimpah di wilayah tersebut.

PBB telah menuduh kelompok ini melakukan berbagai kejahatan terhadap komunitas lain, termasuk penggembala dari etnis Hema. Tindakan yang dilakukan oleh CODECO sering kali dikategorikan sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mayoritas penduduk di wilayah Djugu berasal dari etnis Hema, yang sering menjadi sasaran serangan milisi ini. Serangan yang dilakukan CODECO bukanlah yang pertama kali terjadi, dan kekerasan semacam ini terus berlanjut tanpa ada penyelesaian nyata dari pemerintah maupun komunitas internasional.

Tanggapan Pihak Berwenang dan PBB

Salah satu hal yang menimbulkan kekecewaan besar adalah kurangnya respons dari tentara Kongo dan pasukan penjaga perdamaian PBB, MONUSCO, yang disebut-sebut berada hanya sekitar tiga kilometer dari lokasi kejadian.

“Para korban berasal dari komunitas Hema,” kata Vianney. “Namun, tentara Kongo dan pasukan penjaga perdamaian PBB tidak melakukan intervensi. Mereka hanya menonton dari jauh.”

Hingga saat ini, tentara Kongo dan misi penjaga perdamaian PBB belum memberikan tanggapan resmi mengenai alasan mereka tidak turun tangan dalam insiden ini.

Situasi Keamanan di RD Kongo

Wilayah timur RD Kongo telah lama menjadi pusat konflik bersenjata yang melibatkan berbagai kelompok milisi. Konflik ini terutama dipicu oleh perebutan sumber daya alam, termasuk emas, berlian, dan coltan—mineral berharga yang digunakan dalam industri teknologi.

Pemerintah Kongo sering kali mengalami kesulitan dalam menangani kelompok-kelompok bersenjata ini, yang memiliki jaringan kuat dan mendapatkan pendanaan dari perdagangan ilegal mineral. Selain itu, peran negara-negara tetangga juga sering kali menambah kompleksitas konflik di wilayah tersebut.

Meski sudah ada kehadiran pasukan penjaga perdamaian PBB di Kongo selama beberapa dekade, kekerasan tetap terjadi tanpa ada solusi yang jelas. Banyak pengamat menyebutkan bahwa kurangnya koordinasi antara pemerintah lokal, pasukan keamanan, dan masyarakat sipil menjadi faktor utama yang membuat konflik ini terus berlanjut.

Dampak Kemanusiaan dari Serangan Ini

Serangan terhadap warga sipil di Ituri tidak hanya menyebabkan kematian, tetapi juga membuat ribuan

orang terpaksa mengungsi. Banyak warga yang kehilangan rumah dan harus mencari perlindungan di tempat-tempat yang lebih aman.

Badan-badan kemanusiaan internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch telah berulang kali mengecam kekerasan yang terjadi di Kongo dan mendesak pemerintah serta komunitas internasional untuk mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan konflik ini.

Namun, tanpa adanya upaya nyata dalam memberantas kelompok milisi bersenjata dan memperkuat keamanan di wilayah-wilayah yang rawan konflik, penderitaan warga sipil di Kongo akan terus berlanjut.

Untuk menghentikan kekerasan di RD Kongo, beberapa langkah penting perlu dilakukan:

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mengakhiri Kekerasan?

  1. Peningkatan Keamanan dan Respons Militer
    Pemerintah Kongo harus meningkatkan kapasitas militernya untuk menghadapi kelompok bersenjata seperti CODECO. Selain itu, pasukan penjaga perdamaian PBB harus lebih proaktif dalam melindungi warga sipil.

  2. Penegakan Hukum yang Kuat
    Anggota milisi yang bertanggung jawab atas kekerasan harus diadili di pengadilan nasional maupun internasional. Hukuman yang tegas akan memberikan efek jera dan mengurangi kemungkinan serangan di masa depan.

  3. Penyelesaian Konflik secara Diplomatik
    Pemerintah Kongo perlu bekerja sama dengan negara-negara tetangga dan organisasi internasional untuk menyelesaikan konflik ini secara diplomatis. Dialog antara berbagai kelompok etnis dan kepentingan harus difasilitasi guna mencapai kesepakatan damai yang berkelanjutan.

  4. Perlindungan terhadap Warga Sipil
    Masyarakat sipil harus diberikan perlindungan yang lebih baik, baik melalui peningkatan keamanan maupun bantuan kemanusiaan. Organisasi non-pemerintah harus lebih aktif dalam memberikan bantuan bagi para korban kekerasan.

  5. Pengawasan dan Transparansi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
    Salah satu faktor utama yang menyebabkan konflik di Kongo adalah eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol. Pemerintah harus menerapkan kebijakan yang transparan dan berkelanjutan dalam mengelola kekayaan alamnya agar tidak menjadi sumber konflik.

Serangan brutal yang menewaskan lebih dari 35 warga sipil di Ituri, RD Kongo, adalah pengingat betapa kompleksnya situasi keamanan di negara tersebut.

Kekerasan yang dilakukan oleh milisi CODECO bukan hanya menambah jumlah korban jiwa, tetapi juga mencerminkan

betapa lemahnya sistem keamanan di wilayah yang terus bergejolak ini.

Dengan meningkatnya jumlah korban, tekanan dari komunitas internasional terhadap

pemerintah Kongo dan PBB semakin besar. Namun, tanpa adanya langkah konkret yang diambil untuk mengatasi akar permasalahan konflik ini, warga sipil di RD Kongo akan terus menjadi korban dalam konflik yang tak berkesudahan.

Semoga tragedi ini menjadi titik balik bagi pemerintah dan masyarakat internasional untuk benar-benar

memberikan perhatian serius terhadap situasi kemanusiaan di Kongo. Setiap nyawa yang hilang adalah pengingat bahwa

dunia tidak boleh berdiam diri ketika kejahatan terhadap kemanusiaan terus terjadi.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *